Sopir, Bocah Angon, dan Penderma


Sempat dielu-elukan dalam pengajian yang disampaikan oleh sang kyai,  yaitu pak sopir. Siapa sih yang tidak tahu sopir. Stereotipe nakal, kerap jual ban mobil, boros menggunakan uang, jarang menyambangi anak dan istrinya, dan masih banyak lagi stereotipe nakal lainnya. Dalam pengajian malam itu, sopir tersulab nangkring di posisi yang agak lumayan, yaitu salah satu elemen penting yang terlibat penyumbang aktif perihal dana pembanguan masjid di sepanjang masjid jalan pantura.

Model derma jemput bola dengan membuat tim penarikan pembangunan dana masjid yang dilakukan di sepanjang jalan raya pantura. Kayaknya model yang dimotori para panitia pembangunan masjid dari Jawa Tengah ini telah merembet di jalur pantura Jawa Barat. Terlepas dari itu, dalam pengajian akbar saat itu, sosok sang kyai telah memandang tidak lagi sebelah mata tentang keberadaan sopir. Entah itu sopir truk barang, sopir bis lokal dan lintas provinsi, dan sopir pribadi. Pada kesempatan itu, pak kyai mencontohkan dan memperbandingkan pembangunan masjid yang sumber dananya dari masyarakat setempat dengan sumber dana yang ditarik melalui jalan raya.

Sempat tercengan para jamaah pengajian, karena pak kyai membeberkan bahwa sopir lebih suka berderma dari pada pak haji yang berkali-kali ke makkah, tapi sumbangan untuk membangun masjid hanya sekali saja. Pak kyai mengatakan, masjid yang ditarik dari sumbangan di jalan raya, pembangunannya lebih cepat selesai, ketimbang masjid yang sumber dananya dari masyarakat pengikut sekitar.

Tren membangun masjid dengan menarik sumbangan di jalan raya telah memberi peluang ekonomi dari beberapa lembaga ekonomi. Toko-toko bangunan laris manis bahan bangunanya, para tukang bangunan tidak lagi nganggur pascamusim hujan, dan tampilnya kaum ibu-ibu serta gadis-gadisnya menarik sumbangan di jalan raya yang mengurangi waktu ngrumpinya, dan masih banyak lagi dinamika ekonomi yang digelar.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah terbentuknya tim panitia penarikan dana pembangunan masjid yang terdiri dari anak-anak penggembala (bocah angon). Seakan menjadi anggota militan pada sebuah organisasi pergerakan kiri, tim penggalang dana ini dilatih dengan materi-materi yang nantinya dipraktikkan dilapangan dalam menggalang dana di atas bus. Tim yang sebagian besar belum pernah berinteraksi dengan kelompok orang yang lebih besar, yang kemudian dituntut tampil seperti sales agama profesional.

Pelatihan menjadi penggalang dana diantaranya berlatih berpidato di depan penumpang bis yang isinya menjelaskan program pembangunan, keadaan terkini, dan membeberkan kebutuhan material yang diperlukan, agar para penumpang berkenan memberi sepeser uangnya. Menghafal dalil-dalil kitab suci dan hadist juga tidak lepas dari tim anak penggembala itu. Tidak lama kemudian, mereka di lepas dan diterjunkan begitu saja. Pengalaman yang tidak pernah di lakukan semasa hidupnya, setelah masuk dalam tim penggalang dana, anak gembala yang masih lugu itu telah berproses berinteraksi dengan kelompok sementara. Mereka senang naik dan turun bis, karena jarang bagi mereka naik di bis yang ber ac dan bis patas super cepat dan super mahal, bagi mereka.

Dalam cerita yang disampaikan ketika berkumpul di waktu sore menjelang magrib, mereka telah berkomunikasi dengan penumpang yang tidak bisa berbahasa Jawa, kata mereka, sangat malu sekali, apalagi diberi sesuap jajan dan minuman, dipersilahkan duduk dibangku kosong dari penumpang yang berpakaian perlente. Pada malam harinya, tim penggalang dana ini diposisikan penting dalam rapat kepanitian pembangunan. Anak penggembala yang dulunya selalu berdiri jauh dengan imam masjid pada saat sholat, pada kesempatan ini, anak gembala telah duduk berdampingan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Apalagi pada saat tim penggalang dana ini diberikan bagian beberapa persen dari jumlah dana hasil penarikan amal di bis satu ke bis lainnya.

Bagian uang yang diberikan padanya sering diberikan orang tuanya untuk membeli lauk untuk dimakan sekeluarga. Sales agama yang berorientasi derma ini semakin dekat dengan para kyai masjid, tidak jarang pula mereka mendapatkan pengetahuan dari pak kyai, yang kemudian menjadi tauladan bagi masa depannya. Dengan bermodal kotak amal, peci putih, baju koko, dan celana agak kusam, anak penggembala telah melalui proses inisiasi dan legalitas tingkat religiutas yang lumayan. Dengan kedekatannya, dari beberapa bocah angon sering diajak pak kyai dalam acara manakiban[i], semaan[ii] alquran, dan pengajian di luar desa.

Dikemudian hari, bocah angon ini diangkat menjadi ketua ormas masjid yang siap menggelar acara perayaan halal bil halal, nuzulul quran, dan beberapa acara prestisius lainnya. Selain piawai berpidato dalam acara pengajian, sosok bocah angon juga piawai dalam mengorganisir kegiatan, dan semakin terlibat dalam proses kemajuan lembaga pendidikan dan sosial di masyarakat yang bersangkutan.

Suatu tontonan yang tidak pernah saya duga sebelumnya, tentang sopir dan anak penggembala yang piawai dan mampu berkomunikasi di kelompok dan kekuasaan luas, yang semua itu tidak lepas dari nuansa masjid.



-----------
sumber gambar: gambar bocah anggon
Insert:
[i] Manakiban adalah aktivitas bersama dalam membaca sejarah perjalanan syeh abdul kodir aljaelani. Pada masyarakat islam pedesaan, acara manakiban dilangsungkan ketika ternak sapinya melahirkan pedet. Aktivitas membaca manakib ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan barokah dari syeh abdul kodir aljaelani dengan cara washilah. Washilah merupakan proses memohon doa kepada tuhan, dengan cara melalui orang-orang suci yang sudah meninggal, yang dianggap dekat dengan tuhan. Dalam studi ilmu kesehatan masyarakat, manakiban merupakan proses perbaikan gizi, karena pada masyarakat di desa-desa, makan dengan menu nasi uduk (nasi yang cara memasaknya dengan air santan kelapa dengan dibumbui rempah-rempah yang terasa lezat) dan ayam utuh yang belum dipotong-potong. Ayam yang dikenakan untuk manakiban ini disebut ingkung. Hal ini berbeda dengan kelompok islam mohammadiyah, manakiban justru difokuskan pad akajian ilmu pengetahuan, bukan orientasi ibadah pada masyarakat islam ke-nu-an
[ii] Seaman adalah kegiatan memperdengarkan orang yang menghafal alquran dengan cara melihat lembar demi lembar dari surat alquran yang dilantumkan penghafal alquran.




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.