Catatan Perjalanan
Penulis: Evi Erlina, Nabila Ghazani, Rosa Sukma, Siti Masri'ah, dan Nur Wahyuni
(Siswa SMA Negeri 1 Pamotan Kelas XI Jurusan IPS)
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat melaksanakan kunjungan ke Vihara Ratanavana Arama Sendangcoyo, Lasem, hari Rabu, 18 Januari 2017serta kami dari kelas XI IPS 5 juga dapat menyusun Laporan kunjungan.
Kegiatan kunjungan ke Vihara Ratanavana Arama dimaksudkan untuk memenuhi materi Sosiologi dengan mengamati bagaimana masyarakat sekitar memandang adanya vihara di daerah mereka yang notabenya orang muslim, dan bertujuan untuk menambah wawasan para siswa tentang multiculture. Akhirnya, setiap kegiatan kunjungan kami telah terangkum dalam laporan ini dengan harapan kami mendapat sebuah pengalaman tertulis.
Kami menyadari bahwa tidak ada hal yang sempurna, termasuk laporan ini. Karena itu, berbagai kritik dan saran yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan laporan ini. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.
Pendahuluan
Mengunjungi atau menghayati sesuatu tempat yang mengandung unsur : nilai budaya, sejarah, pendidikan, dan sebagainya untuk memperoleh pengalaman atau pengetahuan.
Kunjungan yang dilakukan para siswa pada tempat yang mengandung unsur : nilai budaya, sejarah, pendidikan, dan sebagainya yang diselenggarakan secara terarah, terkoordinasi, dan diikuti oleh sejumlah siswa dengan bimbingan/ pengawasan dan tanggung jawab Guru Sosiologi. Kunjungan ini sebagai salah satu usaha pembinaan siswa dan merupakan sarana memperluas wawasan.
Isi
Pendiri Sudotama pendiri Vihara Ratanavana Arama dulunya merupakan orang muslim yang tinggal di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Saat ia berumur 15 tahun ayahnya meninggal dan dua tahun kemudian saat dia berusia 17 tahun ibunya meninggal. Setelah ibunya meninggal, dia bermimpi mendapat pencerahan. Dari mimpinya itu ia ingin mencari kebenaran dalam mimpinya itu dengan melakukan perjalanan.
Awalnya dia mengikuti ajaran orang Hindu. Namun, ajaran Hindu tidak sesuai dengan isi hatinya, sehingga ia memilih untuk pergi dan mencari kebenaran yang lain. Diapun memilih mengikuti ajaran orang Buddha dengan mengikuti beberapa biksu yang sedang melakukan perjalanan menuju Thailand untuk mendalami ajaran Buddha.
Saat di Thailand, dia percaya dengan ajaran Buddha dan memutuskan untuk mendalami ajaran agama Buddha. Setelah pengetahuannya tentang Buddha sudah tinggi, dia di suruh Raja Thailand kembali ke Indonesia untuk mendirikan Vihara di daerah lembah, dengan biaya yang telah diberikan oleh Raja Thailand. Dia juga disuruh Raja Thailand utuk menyebarkan ajaran Buddha di negara Indonesia.
Saat dia tiba di Indonesia, dia tiba di Salatiga, Semarang. Di sana dia mendirikan Vihara pertamanya di sana. Setelah bertahun-tahun, dia menemukan tempat yang sesuai dengan keinginan Raja Thailand, tempat itu di Sendangjoyo, Lasem. Dia menggunakan uang yang diberikan Raja Thailand untuk mendirikan Vihara di Sendangjoyo, Lasem pada tahun 1980-an. Selain di Sendangjoyo Lasem, dia juga mendirikan Vihara di Semarang, Jepara, Surabaya, dll.
Hari Rabu, tanggal 18 Januari 2017 sekitar pukul 09.00 WIB pagi, kelas saya XI IPS 5 melakukan kunjungan ke Vihara Ratanavana Arama dengan naik bis. Karena jumlah siswa kelas saya cukup banyak, maka kami memesan 2 bis dengan membagi bis, bis pertama untuk siswa perempuan sedangkan bis kedua ada beberapa siswa perempuan dan semua siswa laki-laki.
Perjalanan menuju Vihara melewati jalan yang terjal karena tempat vihara yang berada di atas lembah. Alunan musik yang diputar pak sopir membuat suasana menjadi meriah. Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di Vihara, disana kami menunggu guru kami, Bapak Suhadi untuk mengkorfimasi penjaga terlebih dahulu agar kami di perbolehkan masuk. Setelah menunggu sekitar 1 menit, kami di izinkan masuk, di dalampun kami juga harus mengisi formulir perizinan terlebih dahulu. Namun formulir hanya di isi oleh guru kami, selagi kami menunggu kami ber foto-foto untuk melengkapi tugas kami dan sebagai kenang-kenangan. Setelah pengisian perizinan selesai, kami di kumpulkan untuk di beri arahan agar tidak sembarangan berbicara kotor dan mengikuti arahan pemandu. Disinilah awal perjalanan kami di vihara.
Pertama kami ke duplikat Taman Tumbini, dimana disana di ceritakan awal sejarah lahirnya Siddharta Gautama (Buddha). Dimana ibunya Siddharta (Sang Ratu) bermimpi di datangi seekor gajah yang membawa bunga teratai dan memutari perutnya sebanyak tiga kali dan berhenti di sebelah kiri perut dan beberapa hari kemudian sang ratu hamil dan melahirkan Siddharta Gautama. Di sana ada patung sang Ratu dan Seekor Gajah dengan bunga teratai yang dipegang oleh belalainya. Di sana juga ada kolam yang terdapat 7 buah teratai yang mengapung sebagai lambang 7 langkah pertama Siddharta Gautama.
Setelah kelahirannya, Siddharta Gautama diramal akan menjadi salah satu orang penting yang membawa perubahan. Namun sang ayah (Sang Raja) ketakutan dengan ramalan itu sehingga ia melarang Siddharta Gautama untuk keluar dari istana, hal ini malah membuat Siddharta Gautama penasaran dengan pengamatannya pada rakyatnya yang mengalami kelahiran, penderitaan, kematian.
Suatu ketika Ia ingin keluar istana, tetapi ayahnya tidak mengizinkannya. Tapi pada akhirnya sang ayah mengizinkannya, akan tetapi beliau merekayasa apa yang terjadi semuanya di luar istana. Namun, Siddharta melihat orang buta dan orang pincang. Ketika kembali ke istana Ia marah kepada sang Raja karena selama ini telah menyembunyikan kebenaran.
Ketika malam di mana Siddharta akan melakukan perjalanan suci bersejarah pada usia 29 tahun. Siddharta bertapa di bawah pohon sepanjang siang dan malam, Ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Mula-mula dirinya melakukan puasa secara ekstrim kemudian Ia menjadi pertapa terkenal yang diikuti oleh lima pertapa lain yaitu Kondana, Bodiya, Wappam, Mahanama dan Asaji. Mereka bertapa dan menahan haus serta lapar selama enam tahun sehingga tubuh mereka melemah.
Tiba-tiba Siddharta jatuh pingsan, namun Ia sadar apa yang dilakukannya selama ini tidak bermanfaat. Siddharta menyadari untuk mencapai penerangan sempurna tidak dapat dicapai dengan tubuh lelah.
Setelah tujuh minggu menetap dengan tujuh kali bergeser tempat di sekeliling Pohon Bodi, maka hari terakhir yang suci datanglah dua saudara, Tapusa dan Bhaluka yang menjadi pengikut Buddha pertama. Dengan demikian Ia mendapat penerangan yang paripurna, pengetahuan sejati dan kebebasan batin yang sempurna.
Dia menjadi guru Dharma dan formulasi paling dasar adalah empat kebenaran utama. Penyebab penderitaan adalah keinginan, menghilangkan keinginan berarti menghilangkan penderitaan, cara menghilangkan penderitaan adalah dengan mengkuti Delapan Jalan yang utama: pandangan yang benar, perhatian yang benar, berkata yang benar, bertindak yang benar, hidup yang benar, berusaha yang benar, berpikiran yang benar, dan berkonsentrasi yang benar.
Selama 45 tahun lamanya sang Buddha mengajarkan ajarannya, pengikutnya bertambah menjadi ribuan orang yang tentunya membutuhkan banyak vihara.
Pada saat terakhirnya, sang Buddha meminta pada salah satu muridnya untuk dicarikan pohon salak kembar, tapi sang murid tidak mau karena tidak ingin ditinggalkan oleh sang guru. Kemudian sang Buddha berkata bahwa semua di dunia ini akan mati. Pada akhirnya si murid mencari pohon tersebut dan berhasil menemukannya. Dan sang Buddha wafat di usia 80th di Kusiwara yang terletak sekitar 180km dari kota Benares.
Penutup
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Vihara Ratanavana Arama dibangun pada tahun 1980 dari Bhante Sudhammo. Yang menarik dari vihara ini adalah rangkaian patung Sidharta Gautama, mulai dari awal kelahiran, sampai sang Buddha wafat.
Sebagai generasi muda penerus bangsa kita harus saling menghargai perbedaan yang ada, baik itu suku, ras, dan agama. Tidak hanya tahu dan mengerti namun kita juga harus ikut menerapkannya. Dengan cara saling menghormati sesama dan tetap ramah. Disadari bahwa upaya saling menghormati dapat mewujudkan hubungan yang baik antar sesama walaupun memiliki kepercayaan yang berbeda.
Tidak ada komentar: